Semerbak harum kemenyan
dan dupa di samping pohon jati growong
jauh ke dalam alas jati Regaloh. Tak
ada masyarakat yang berani menginjakkan kakinya di tempat itu ketika matahari
mulai terbenam, bahkan akan merelakan ternak mereka hilang jika ternak itu
terlalu jauh mencari rumput dan dedaunan hingga ke punden.
Aku tahu cerita-cerita
tentang keangkeran tempat ini dari teman-teman ngopi di sebuah warung kecil
berdinding bilik (gedhek) dipinggiran
alas.aku biasa ngopi dan merokok
menghabiskan waktu sore sampai maghrib bersama pecinta kopi tubruk yang tak segan berbagi cerita tentang ternak
mereka yang tiba-tiba hilang di tengah hutan. Dan rata-rata tak berani menyebut
secara langsung dan menghubung-hubungkan dengan punden Mbah Lampin. Tapi, dari
khasak-khusuk yang kudengar, bahkan dengan sedikit rayuanku pada seorang pemuda
penggembala yang suka ngopi juga sebelum ia pulang, akhirnya disebutlah nama
sebuah punden yang biasa dihubung-hubungkan dengan mitos mistik dan menakutkan
untuk masyarakat sekitar.
Penasaran, sore tadi
sebelum matahari benar-benar tenggelam, aku sengaja menitipkan motorku di rumah penduduk di sekitar alas Regaloh. Sendirian kuberanikan diri
berjalan kearah hutan dengan tas ransel berisi laptop, kamera, dan rokok kretek. Aku siap ke punden Mbah Lampin.
Langit mulai gelap, dan
aku belum sampai. Terlalu jauh ke dalam. Dan yang kudengar hanya nyanyian
serangga, suara kakiku yang menerobos semak-semak, dan deru nafasku yang mulai
memburu.Ku beranikan diri dengan niat yang baik di hati, tak ada yang pernah
akan sampai di punden mbah lampin dengan niat buruk.
Padahal dari cerita
yang aku dengar, tempat itu biasa digunakan orang untuk minta nomor togel, dan
pesugihan, bahkan jodoh. Namun, sosok-sosok penjaga punden tahu mana yang niat
meminta, mana yang niat mencobai, bahkan menantang. Nyawa bisa melayang. Tapi,
aku tak tahu tujuanku apa ke tempat itu. Apa yang sedang aku cari? Apa yang
ingin aku minta? Untuk apa? Yang ku tahu niatku dari rumah aku harus sampai
pohon jati growong. Walau tak pernah
ku tahu tempatnya, hanya cerita sekilas di warung kopi lalu kuberanikan seorang
diri menembus sunyinya hutan dan malam untuk masuk lebih dalam ke rumah alam.
Akhirnya aku sampai di
Punden mbah lampin. Suara alam begitu tenang. Bahkan aku tak mendengar suara
serangga yang biasa mengoceh di gelap malam seperti ini. Kudengar nafasku mulai
teratur. Tak menderu lagi. Tepat di hadapanku kulihat jati yang begitu besar.
Entah sudah berapa ratus tahun pohon jati ini hidup. Dan pohon jati ini growong (bolong ditengah dan membelah batang sampai
kebawah, namun batang tak terpisah masih menyatu).
Aku masuk ke dalam
pohon jati growong itu.aku duduk
didalamnya. Kupejamkan mata. Dan kudengarkan nafasku satu persatu. Tak kurasa
waktu. Kemudian aku pulang.
Kutulis ini di warung
kopi langgananku. Tak ada yang tahu aku dari Punden Mbah Lampin seorang diri.
Tapi yang akhirnya kutahu pohon jati itu penjaga ekosistem hutan Regaloh.
Pohonnya yang besar mampu menyediakan biji pohon jati yang nantinya tersebar
oleh angin ke seluruh hutan. Akarnya yang panjang dan kuat akan menjaga tanah
dan air. Biarlah semua mitos mistik tetapa ada, tak akan ada orang yang berani
masuk lebih jauh kesana. Tak akan ada yang berani mengusiknya. Dan tak ada yang
akan berani menebangnya. Rahayu.
No comments:
Post a Comment