Tuesday, August 14, 2012

Punden Mbah Lampin


Semerbak harum kemenyan dan dupa di samping pohon jati growong jauh ke dalam alas jati Regaloh. Tak ada masyarakat yang berani menginjakkan kakinya di tempat itu ketika matahari mulai terbenam, bahkan akan merelakan ternak mereka hilang jika ternak itu terlalu jauh mencari rumput dan dedaunan hingga ke punden.


Aku tahu cerita-cerita tentang keangkeran tempat ini dari teman-teman ngopi di sebuah warung kecil berdinding bilik (gedhek) dipinggiran alas.aku biasa ngopi dan merokok menghabiskan waktu sore sampai maghrib bersama pecinta kopi tubruk  yang tak segan berbagi cerita tentang ternak mereka yang tiba-tiba hilang di tengah hutan. Dan rata-rata tak berani menyebut secara langsung dan menghubung-hubungkan dengan punden Mbah Lampin. Tapi, dari khasak-khusuk yang kudengar, bahkan dengan sedikit rayuanku pada seorang pemuda penggembala yang suka ngopi juga sebelum ia pulang, akhirnya disebutlah nama sebuah punden yang biasa dihubung-hubungkan dengan mitos mistik dan menakutkan untuk masyarakat sekitar. 

Penasaran, sore tadi sebelum matahari benar-benar tenggelam, aku sengaja menitipkan motorku  di rumah penduduk di sekitar alas Regaloh. Sendirian kuberanikan diri berjalan kearah hutan dengan tas ransel berisi laptop, kamera, dan rokok kretek. Aku siap ke punden Mbah Lampin.

Langit mulai gelap, dan aku belum sampai. Terlalu jauh ke dalam. Dan yang kudengar hanya nyanyian serangga, suara kakiku yang menerobos semak-semak, dan deru nafasku yang mulai memburu.Ku beranikan diri dengan niat yang baik di hati, tak ada yang pernah akan sampai di punden mbah lampin dengan niat buruk.

Padahal dari cerita yang aku dengar, tempat itu biasa digunakan orang untuk minta nomor togel, dan pesugihan, bahkan jodoh. Namun, sosok-sosok penjaga punden tahu mana yang niat meminta, mana yang niat mencobai, bahkan menantang. Nyawa bisa melayang. Tapi, aku tak tahu tujuanku apa ke tempat itu. Apa yang sedang aku cari? Apa yang ingin aku minta? Untuk apa? Yang ku tahu niatku dari rumah aku harus sampai pohon jati growong. Walau tak pernah ku tahu tempatnya, hanya cerita sekilas di warung kopi lalu kuberanikan seorang diri menembus sunyinya hutan dan malam untuk masuk lebih dalam ke rumah alam.

Akhirnya aku sampai di Punden mbah lampin. Suara alam begitu tenang. Bahkan aku tak mendengar suara serangga yang biasa mengoceh di gelap malam seperti ini. Kudengar nafasku mulai teratur. Tak menderu lagi. Tepat di hadapanku kulihat jati yang begitu besar. Entah sudah berapa ratus tahun pohon jati ini hidup. Dan pohon jati ini growong  (bolong ditengah dan membelah batang sampai kebawah, namun batang tak terpisah masih menyatu).

Aku masuk ke dalam pohon jati growong itu.aku duduk didalamnya. Kupejamkan mata. Dan kudengarkan nafasku satu persatu. Tak kurasa waktu. Kemudian aku pulang.

Kutulis ini di warung kopi langgananku. Tak ada yang tahu aku dari Punden Mbah Lampin seorang diri. Tapi yang akhirnya kutahu pohon jati itu penjaga ekosistem hutan Regaloh. Pohonnya yang besar mampu menyediakan biji pohon jati yang nantinya tersebar oleh angin ke seluruh hutan. Akarnya yang panjang dan kuat akan menjaga tanah dan air. Biarlah semua mitos mistik tetapa ada, tak akan ada orang yang berani masuk lebih jauh kesana. Tak akan ada yang berani mengusiknya. Dan tak ada yang akan berani menebangnya. Rahayu.

No comments:

Post a Comment