Tuesday, August 14, 2012

AKU dan BIPOLAR


Judulnya seperti pacaran saja. Payah. Tapi memang sama antara bipolar dan pacaran. Sama-sama pusing. Sakit kepala yang akan begitu menyiksa saat bipolarku kambuh, sama seperti ketika pacarku marah-marah, dan tak mau sedikit mengalah.

Entah mengapa aku ingin menulis ini. Sebenarnya tugasku hanya terus menulis apa saja, mendengarkan lagu, menonton film dan membaca buku. Untuk kegiatan represif tentu ada persyaratannya. Tak sembarangan karena justru akan membuat bipolarku kambuh tanpa ampun, untuk sementara ini. Jadi para pembaca yang budiman, tidak usah dibaca tulisan ini jika tak tertarik. Hehe
 

Aku tak bisa mengontrol emosiku sendiri. Sedih terlalu sedih, senang terlalu senang, marah terlalu marah, dan takut akan begitu mencekam. Sungguh ini begitu merepotkan. Aku akan terdiam dipojok kamar dan meringkuk dengan keringat dingin, kadang air mata, dan rasa sakit yang teramat sangat dikepalaku. Dulu, aku sampai harus menghisap ganja, meminum pil-pil, dan menyuntikkan sesuatu yang tak begitu kutahu namanya dan kudapat secara gratisan dari seorang teman yang begitu mengasihiku (katanya), namun kerap kali aku harus membayar juga setara 4 bulan uang saku yang bisa kugunakan untuk makan. Ya,semua untuk meredam emosi yang membuat ku lungkrah. Tapi itu hanya sementara, ketenangan semu, dan saat hutangku menumpuk dan tak terbayarkan aku mulai kebingungan.

Tersadar aku harus sembuh. Ku lakukan segala cara (walaupun tidak mencoba di klinik tong fang. Dengan tiga kali pengobatan). Hanya sekedar menjalani ritus psikologis yang benar-benar menyiksaku. Itu benar-benar menyakitkan, kadang aku lelah mengingat semuanya, terus menyeka air mata dan keringat dingin yang akan mengucur deras saat ku mulai terapi-terapiku. Tapi aku harus sembuh. Karena bipolarku membuat aku menjadi ingin dekat dengan kematian.

Aku malu saat tanganku penuh bekas sayatan. Aku malu saat ketahuan mutah-mutah karena baigon yang menggelitik kerongkonganku, aku malu bila tiba-tiba pingsan hanya karena tak mampu menahan rasa sakit dikepalaku. Mengapa aku begitu lemah hanya karena sakit kepala?

Awalnya ketakutan-ketakutan yang tak pernah bisa kukatakan pada siapapun akhirnya menumpuk menjadi semacam trauma dan phobia parah. Tapi, aku selalu bisa menyembunyikannya. Keceriaanku, ketololanku, yang kerap membuat orang tertawa bahkan menertawakanku, mampu menyembunyikan betapa menyedihkannya diriku. Mereka tak akan tahu jika dibalik senyuman dan tawaku aku selalu menangis. Bahkan dalam detik yang hampir bersamaan.

Semua ini demi orang-orang yang kusayang. Aku tak pernah ingin menyakiti siapapun. Tapi karena bipolarku. Karena emosiku yang susah terkontrol akhirnya mengacaukan semuanya. Mengapa untuk mengontrol emosiku sendiri aku tak bisa? Mengapa harus merepotkan orang lain untuk membantuku? Aku bertekad ingin sembuh.

Akhirnya ku iklaskan berbagi cerita, menjalani semua ritus psikologis, iklas menurut apa yang disarankan seorang “ibu baru” yang mengerti bipolarku dan membantuku untuk sembuh.

Kulakukan untuk orang yang kusayang, yang membantuku terlepas dari jerat pil dan ganja, dan lilitan hutang. Begitu. Ngakak ah, hahahahahhahahahahahhahahahhahhaha 

No comments:

Post a Comment