Judulnya seperti pacaran saja. Payah. Tapi memang sama
antara bipolar dan pacaran. Sama-sama pusing. Sakit kepala yang akan begitu
menyiksa saat bipolarku kambuh, sama seperti ketika pacarku marah-marah, dan
tak mau sedikit mengalah.
Entah mengapa aku ingin menulis ini. Sebenarnya tugasku
hanya terus menulis apa saja, mendengarkan lagu, menonton film dan membaca
buku. Untuk kegiatan represif tentu ada persyaratannya. Tak sembarangan karena
justru akan membuat bipolarku kambuh tanpa ampun, untuk sementara ini. Jadi
para pembaca yang budiman, tidak usah dibaca tulisan ini jika tak tertarik.
Hehe
Aku tak bisa mengontrol emosiku sendiri. Sedih terlalu
sedih, senang terlalu senang, marah terlalu marah, dan takut akan begitu
mencekam. Sungguh ini begitu merepotkan. Aku akan terdiam dipojok kamar dan
meringkuk dengan keringat dingin, kadang air mata, dan rasa sakit yang teramat
sangat dikepalaku. Dulu, aku sampai harus menghisap ganja, meminum pil-pil, dan
menyuntikkan sesuatu yang tak begitu kutahu namanya dan kudapat secara gratisan
dari seorang teman yang begitu mengasihiku (katanya), namun kerap kali aku
harus membayar juga setara 4 bulan uang saku yang bisa kugunakan untuk makan.
Ya,semua untuk meredam emosi yang membuat ku lungkrah. Tapi itu hanya
sementara, ketenangan semu, dan saat hutangku menumpuk dan tak terbayarkan aku mulai
kebingungan.
Tersadar aku harus sembuh. Ku lakukan segala cara (walaupun
tidak mencoba di klinik tong fang. Dengan tiga kali pengobatan). Hanya sekedar
menjalani ritus psikologis yang benar-benar menyiksaku. Itu benar-benar
menyakitkan, kadang aku lelah mengingat semuanya, terus menyeka air mata dan
keringat dingin yang akan mengucur deras saat ku mulai terapi-terapiku. Tapi
aku harus sembuh. Karena bipolarku membuat aku menjadi ingin dekat dengan
kematian.
Aku malu saat tanganku penuh bekas sayatan. Aku malu saat
ketahuan mutah-mutah karena baigon yang menggelitik kerongkonganku, aku malu
bila tiba-tiba pingsan hanya karena tak mampu menahan rasa sakit dikepalaku.
Mengapa aku begitu lemah hanya karena sakit kepala?
Awalnya ketakutan-ketakutan yang tak pernah bisa kukatakan
pada siapapun akhirnya menumpuk menjadi semacam trauma dan phobia parah. Tapi,
aku selalu bisa menyembunyikannya. Keceriaanku, ketololanku, yang kerap membuat
orang tertawa bahkan menertawakanku, mampu menyembunyikan betapa menyedihkannya
diriku. Mereka tak akan tahu jika dibalik senyuman dan tawaku aku selalu
menangis. Bahkan dalam detik yang hampir bersamaan.
Semua ini demi orang-orang yang kusayang. Aku tak pernah
ingin menyakiti siapapun. Tapi karena bipolarku. Karena emosiku yang susah
terkontrol akhirnya mengacaukan semuanya. Mengapa untuk mengontrol emosiku
sendiri aku tak bisa? Mengapa harus merepotkan orang lain untuk membantuku? Aku
bertekad ingin sembuh.
Akhirnya ku iklaskan berbagi cerita, menjalani semua ritus
psikologis, iklas menurut apa yang disarankan seorang “ibu baru” yang mengerti
bipolarku dan membantuku untuk sembuh.
Kulakukan untuk orang yang kusayang, yang membantuku terlepas
dari jerat pil dan ganja, dan lilitan hutang. Begitu. Ngakak ah,
hahahahahhahahahahahhahahahhahhaha
No comments:
Post a Comment