Wednesday, August 15, 2012

Dongeng untuk Mata-Mata Kecil


mata-mata kecil sibuk menatapku
aku hanya bercerita tentang khayalan,tentang mimpi, tentang impian
mereka duduk diatas koran, di atas batu, diatas tumpukan kardus
tak bersandal,
sebentar tersenyum, sejenak tertawa, hingga penasaran dengan mulut menganga
dan akhirnya berkaca-kaca.


Entah, aku merasa menipu.
Dongeng-dongeng keajaiban, penuh harapan, dan picisan.
Namun Usai ku bercerita mereka memelukku, mendekapku,
Lantas saja bau-bau matahari, bau-bau debu dan asap kenalpot menyeruak dihidung
saat ku ciumi kening mereka satu persatu.

Berhari-hari aku tak sanggup datang lagi.
Bukan karena bau, kotor, atau takut jijik
Hanya saja apakah mungkin cerita-ceritaku bisa mengganjal perut kosong mereka
Mereka seharusnya bukan disini, bukan untuk duduk menatapku, bukan untuk mendengarkan cerita-ceritaku yang penuh harapan dan omong kosong.
Bukankan seharusnya mereka menengadahkan tangannya dibawah matahari, dengan sorotan lampu merah dan parfum-parfum kenalpot.

Kekasihku saja berkata “kau tak mampu menghadirkan awan-awan dipikiranku ketika kau berbicara”
Lalu aku berfikir bagaimanakah mungkin untuk orang yang paling aku sayangi saja aku tak mampu menciptakan awan, apalagi untuk anak-anak ini apa akan bisa aku menciptakan pelangi.

Mungkin dongeng-dongeng impian memang tercipta bukan untuk anak-anak ini. Dongeng-dongeng impian hanya cocok dibacakan oleh seorang ibu untuk anak gadisnya sebelum ia beranjak tidur, diatas ranjang berbusa dengan selimut-selimut tebal agar anaknya bisa bermimpi akan ada seorang pangeran tampan beristana mewah, bermobil mewah yang akan mendampinginya kelak dan mampu memberikannya apa saja.

Bukan untuk anak-anak berbaju kumal, berbau matahari, tak bersandal dan dibawah jembatan!
Tetapi dongengku, ceritaku, memang bukan itu. Aku hanya ingin mengatakan pada mereka, harapan akan selalu ada jika manusia mau berusaha. Bukan dengan mencuri, bukan dengan mengemis, bukan dengan menjual diri namun dengan bekerja.

                                                                                                                      Imaniar Christy

No comments:

Post a Comment