Showing posts with label esai. Show all posts
Showing posts with label esai. Show all posts

Friday, October 12, 2012

Waktu dan Cerita



Tanpa kita menyadari, banyak hal yang terjadi lewat begitu saja.waktu adalah perekam peristiwa, dan kita mengabaikannya. Kita menjadi manusia-manusia yang mudah lupa dan menganggap itu adalah hal yang wajar karena setiap orang juga melakukannya. Kita menonton film di bioskop lalu melupakannya. Kita duduk diatas bangku dan memandang lampu-lampu kota lalu melupakannya. Kita berciuman lalu melupakannya. Kita berjalan lalu melupakannya. Kita bernafas lalu melupakannya. Kita bercerita lalu melupakannya.

Manusia harus kembali pada alam kesadarannya. Manusia harus terlatih untuk merekam dan mengingat keberadaannya. Ia harus sadar pada tubuhnya. Ia harus sadar pada memori-memori yang terekam oleh setiap anggota tubuh. Jempol kaki harus tetap ingat tahi ayam yang diinjaknya. Telapak tangan harus tetap ingat dinginnya gelas yang ia genggam. Kulit harus ingat panasnya matahari dan dinginnya air hujan yang menyetubuhinya. Manusia akan dianggap sebagai manusia jika ia sadar akan keberadaannya dan sadar akan dirinya

Saturday, September 29, 2012

TUBUH DAN MANIPULASI IDENTITAS


Aku sering melukai tubuhku sendiri dengan pisau. Tubuhku selalu penuh sayatan ketika kepalaku mulai pusing. Melihat darah yang mengalir membasahi tanganku adalah obat terbaik untuk meredakan sakit kepalaku. Aku suka menyayati tubuhku. Aku suka kesakitan.
Aku tak pernah ingin menyakiti orang lain. Aku bahkan tak tega membunuh seekor nyamuk yang perutnya mulai menggembung usai menggigitku. Tapi aku suka menyakiti tubuhku. Dan menyiksa diriku. Sakit adalah kenikmatan dan menyakiti orang lain adalah kesalahan. Oleh karena itu aku tak ingin menyakiti orang lain selain: AKU.

Monday, September 10, 2012

Kencan Pertama dengan Huruf


Ibuku sering bercerita katanya dulu selalu memarahiku karena aku malas sekolah di Taman Kanak-Kanak. Setiap disuruh berangkat sekolah pasti aku malah pura-pura tidur. Nenekku yang sangat memanjakanku justru memarahinya.
Aku ingat alasanku malas sekolah dulu karena aku benci dengan angka. Aku senang menyanyi. Aku senang ketika disuruh menyanyikan lagu 1 ditambah 1 sama dengan 2, 2 ditambah 2 sama dengan 4, 4 ditambah 4 sama dengan 8, 8 ditambah 8 sama dengan 16.  Namun, aku menjadi benci ketika disuruh berhitung dan bukan menyanyi. Mulai dari menghitung jari tangan. Lalu guruku mulai mengeluarkan gambar angka-angka bewarna. Awalnya aku mencoba menikmatinya. Menikmati gambar angka 1 yang seperti lilin, gambar angka 2 yang seperti bebek, dan gambar angka 3 yang seperti monyet. Memang kebiasaanku sedikit aneh, tapi aku suka menghubungkan segala sesuatu dengan imajinasiku yang lain.